Semua Tentang Teknik Sipil.

Collis Prasetyo

Rekayasa Engineering. Engineering Lapangan. Manajemen Proyek. Metode Konstruksi. Value Engineering.

Tentang

Selamat datang

SayaCollis Prasetyo

Project Engineer

Seorang sarjana teknik sipil muda lulusan Universitas Mercubuana Jakarta. Mahir dalam penggunaan software design CAD, baik 2D maupun 3D juga pemahaman tentang project management skill. Mempunyai pengetahuan dalam proses tahapan konstruksi mulai dari pekerjaan persiapan hingga akhir juga tentang pengetahuan material bangunan struktur, arsitektur, dan ME. Beberapa tahun terakhir mengerjakan 2 proyek highrise lebih dari 30 lantai yang berpusat di Jakarta. Dengan pengalaman selama 9 tahun dan masih terus berlanjut melalui situs ini akan menjadi sarana belajar dan media berbagi untuk rekan-rekan yang ingin berkecimpung dalam dunia konstruksi.

Pengalaman

Verco Studio

2011-2013

Beberapa proyek mulai dari rumah tinggal, ruko, desain interior hingga desain fasad bangunan. Berbagai proyek hotel diantaranya yang terbesar adalah Hotel Merapi Merbabu, East Parc Hotel Yogyakarta. Mulai dari gambar konsep, desain prelim, hingga gambar detail (DED).

PT. TOTAL BANGUN PERSADA, Tbk

2013-2017

Sebagai engineer menyiapkan segala keperluan pelaksanaaan antara lain metode pengerjaan, gambar kerja, dan memonitor progress pekerjaan dilapangan. Mengkoordinasi antar surveyor dan supervisor lapangan terkait pelaksanaan konstruksi.

PT. HIROSE NUSANTARA INDONESIA

2017-2018

Menyusun schedule rencana, melakukan budgeting bulanan, mempersiapkan kebutuhan manpower dan melaporkan progress perkembangan pekerjaan kepada direksi dan owner hingga tahap close out project.

PT. NUSA RAYA CIPTA, Tbk

2018-Sekarang

Sebagai engineer menyiapkan segala keperluan pelaksanaaan antara lain metode pengerjaan, gambar kerja, dan memonitor progress pekerjaan dilapangan. Mengkoordinasi antar surveyor dan supervisor lapangan terkait pelaksanaan konstruksi.

9

TAHUN PENGALAMAN

33

PROYEK TERSELESAIKAN

Blog

Retak Beton


Beton retak cukup sering terjadi dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Banyak yang menyikapinya secara buru-buru bahwa  beton tersebut harus diperbaiki karena struktur beton telah mengalami kegagalan. Contoh pada proyek Perkantoran dimana Pembeli membeli space kantor yang belum dipasang plafond gypsum. Lalu, ketika melihat balok ada yang retak, Pembeli komplain. Kontraktor diminta untuk memperbaikinya. Salah siapa?

Beton Bertulang
Beton sangat banyak dipakai dalam proyek konstruksi. Bahan beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air, dan aggregat plus bahan aditif dalam perbandingan tertentu. Segera telah diaduk, beton segar mulai mengeras. Semakin lama semakin keras mendekati kekuatan batu. Pedoman kekuatan beton adalah kekuatan saat mencapai umur 28 hari. Berikut disajikan tampang beton setelah mengeras.
Beton memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Memiliki kuat tekan sangat tinggi.
  • Karakter beton memiliki kuat tarik rendah yang menyebabkan beton gampang mengalami retak pada daerah tarik.
  • Beton mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah
  • Beton mengalami kembang-susut bila terjadi perubahan suhu
  • Beton bersifat getas
Kemampuan kuat tekan beton pada umur 28 hari berkisar fc’= 10 – 65 MPa. Di pasaran lebih sering dijumpai mutu beton fc’ = 10 – 45 MPa atau K125 – K500. Angka tersebut menunjukkan nilai kekuatan tekan beton. Sebagai gambaran untuk kekuatan tekan beton untuk K125 adalah kubus beton 15×15 cm sanggup menahan beban sekitar 28 Ton.
Kuat tarik beton berkorelasi dengan kuat tekannya atau dapat merupakan fungsi dari kuat tekannya. Maksudnya, jika kuat tekan beton tinggi, maka kuat tarik beton juga tinggi. Kuat tarik beton berada jauh di bawah kuat tekannya. Suatu rumus pendekatan untuk menentukan kuat tarik beton yaitu = 0.57 x √ fc’ (untuk beton normal).
Pada kenyataannya beton dalam struktur beton bangunan sipil, memikul tarik yang  cukup besar Sehingga diperlukan perkuatan / material lain agar beton mampu memikul beban terutama beban tarik tersebut. Besi tulangan merupakan material yang memiliki kuat tarik yang tinggi. Sifat ini kemudian dimanfaatkan untuk mengatasi rendahnya kekuatan tarik beton. Sehingga apabila digunakan bersama-sama, maka menjadi struktur beton bertulang ( reinforced concrete ) yang kemudian memiliki kemampuan tekan dan tarik yang tinggi.

Perkembangan Beban Bangunan vs Kondisi Struktur Beton Bertulang
Pada beban kecil dimana gaya tarik yang terjadi belum melewati batas tarik beton,  analisis gaya-gaya yang terjadi adalah seperti gambar berikut:
Beton tarik (sisi bawah di tengah balok) masih mampu menahan beban tarik yang ada. Sehingga masih diperhitungkan dalam mendukung beban yang terjadi. Kondisi ini umumnya terjadi pada balok bentang pendek dan atau dengan tinggi balok cukup besar.
Beban yang dipikul oleh struktur beton mulai diterima sejak bekisting dilepas. Beban yang dipikul saat itu belum mencapai beban rencana karena beban yang dipikul hanya beban sendiri dan beban pelaksanaan di atasnya. Kecilnya beban pada saat bongkar bekisting berarti beban tarik yang dipikulpun masih relatif kecil. Walaupun beban yang dipikul masih kecil, tidak berarti masih dalam batas kekuatan tarik beton.
Dalam praktik perhitungan pembongkaran bekisting, acuan batas  kekuatan yang digunakan adalah kekuatan / kapasitas dukung beton bertulang bukan kekuatan batas tarik beton. Kadang diberikan faktor aman tertentu. Tidak mungkin untuk menjadikan batas kekuatan tarik beton dalam pembongkaran bekisting. Ini berarti kemungkinan beton sisi tarik  akan mengalami retak.
Pada saat struktur beton telah selesai secara keseluruhan dan pekerjaan finishing mulai dikerjakan bahkan bangunan telah mulai beroperasi, maka berarti beban struktur semakin besar bahkan mencapai beban yang direncanakan. Kondisi beton pada saat ini memiliki kemungkinan yang semakin besar untuk mengalami keretakan dibanding pada saat bongkar bekisting.
Pada gambar di atas adalah kondisi struktur beton bertulang mengalami beban besar atau sudah mencapai beban rencana. Pada gambar paling kanan terlihat beton bawah (bagian tarik) sudah tak diperhitungkan lagi. Baja tulangan bawah yang diperhitungkan untuk menahan gaya tarik. Perhitungan kapasitas momennya adalah M=C x jd = T x Jd. Simpelnya perhitungan dilakukan dengan memperhitungkan kopel gaya tekan beton (C) dan tulangan bawah (T). Beton bagian bawah (sampai pada batas garis netral / garis putus-putus) tidak diperhitungkan lagi.

Keretakan Beton = Gagal Struktur?
Pada saat terjadi keretakan, besi tulangan pada daerah tarik tersebut mulai mengambil alih secara penuh beban tarik yang terjadi. Artinya beton daerah tarik sudah tidak memikul beban tarik. Beban tarik dialihkan ke besi tulangan. Secara struktural kondisi ini memang dirancang seperti itu dan kekuatan struktur masih dapat dipertanggung jawabkan. Beton yang retak saat beban mulai bertambah sama sekali tidak berarti ada kegagalan struktur.

Lokasi retakan yang terjadi saat beban mulai membesar adalah pada daerah tumpuan  / ujung balok sisi atas dan tengah bentang di sisi bawah. Pengalaman saya, retak yang terjadi hanya 1-2 retakan di satu tempat observasi. Dimana tebalnya juga tidak besar. Bahkan seringkali hanya retak rambut. Keretakan seperti ini mestinya tidak perlu diperbaiki sama sekali. Ini kondisi yang alamiah terjadi dan memang perhitungannya sudah memperhitungkan retak itu akan terjadi.
Lain soalnya jika retak yang terjadi cukup banyak untuk satu lokasi observasi dengan lebar retak yang cukup besar dan retak mulai merembet ke lokasi lain selain di tumpuan dan tengah bentang. Ini ciri-ciri struktur beton mulai tidak mampu memikul beban yang ada.

Siapa yang bertanggung jawab?
Jika retak beton yang terjadi masih wajar, maka tidak perlu diperbaiki. Tidak perlu ada yang bertanggung jawab. Tidak perlu juga untuk khawatir, karena perhitungan struktur beton memang sudah tidak memperhitungkan beton yang mengalami retak. Namun jika retak yang terjadi cukup parah, perlu dilakukan penelitian yang lebih rinci yang melingkupi perhitungan struktur sesuai kondisi lapangan. Di samping itu perlu pula untuk melihat kembali kronologis pelaksanaan struktur. Jangan buru-buru menyalahkan salah satu pihak. Lakukanlah kajian yang lebih teliti.

Tingginya Waste Beton = High Hidden Cost, Apa Penyebabnya?

 
Beton merupakan material yang agak sulit dikendalikan waste nya. Dalam perencanaan,  unsur waste ini ditetapkan 3% – 5%. Dalam pelaksanaan angka itu sering terlewati dan sering tidak disadari, akibatnya terjadi pembengkakan biaya akibat tambahan biaya yang tidak disadari (hidden cost). Dalam rangka mendapatkan langkah yang tepat mengatasi waste material beton ini, di sini akan dikumpulkan penyebab utama terjadinya waste beton dalam rangka mengandalikannya.

Dalam banyak penelitian disebutkan bahwa kerugian proyek yang cukup tinggi disebabkan oleh waste material yang besar dan tidak terkendali. Pengalaman dalam mengerjakan proyek juga menunjukkan kurangnya kesadaran akan pentingnya mengendalikan waste, menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya yang tak terduga (hidden cost). Kita perlu memperbaiki hal tersebut dengan membuat perencanaan dan langkah yang dapat menurunkan waste material.
Adapun dalam rangka membuat strategi yang tepat untuk mengatasi tingginya waste material beton yang cukup sulit, maka perlu dikaji dan dieksplorasi mengenai penyebab terjadinya waste beton. Telah dikumpulkan beberapa penyebab yang mudah-mudahan cukup mewakili faktor utama yang menyebabkan waste beton. Penyebab terjadinya waste beton:
  1. Metode pengecoran yang kurang baik. Dalam hal ini misalnya penentuan cara pengecoran yang memiliki potensi yang lebih tinggi atas terbuangnya adukan beton segar. Contoh pengecoran kolom lantai 3 menggunakan cara estafet tanpa alat dan hanya mengandalkan pengangkutan beton orang ke orang hingga ke lokasi pengecoran. Tiap perpindahan orang akan berpeluang mengakibatkan waste. Semakin panjang rantai estafet maka akan semakin banyak waste terbuang.
  2. Perencanaan tenaga kerja yang tidak efektif. Kejadian faktor ini bisa berupa kurangnya tenaga yang dibutuhkan dan kualitas kerja tenaga yang digunakan. Jika pekerja kurang maka mungkin waste akan besar karena minimnya pekerja yang menjaga titik-titik kebocoran dan terbuangnya adukan beton. Demikian pula dengan kualitas pekerja. Pekerja yang berkualitas rendah akan bekerja sembrono, terburu-buru, tidak hati-hati dan sering menambahkan air tanpa perhitungan. Akibatnya beton banyak yang terbuang saat pengecoran dan kualitas hasil mutu beton tidak tercapai yang berakibat fatal karena beton dibongkar.
  3. Waktu pengecoran yang tidak tepat. Pengecoran pada jam macet akan membuat waktu tempuh adukan beton dari lokasi batching plant ke lokasi pengecoran akan jauh lebih lama. Kondisi ini membuat beton ketika tiba di lokasi akan mulai mengeras dan sulit dituang serta tidak dapat digunakan lagi sehingga harus dibuang.
  4. Perencanaan alat yang tidak tepat. Pemilihan alat yang tidak tepat akan membuat beton segar lebih banyak terbuang. Contoh adalah pada pemilihan penggunaan truk molen atau car mix. Berdasarkan pengalaman, car mix menghasilkan waste beton yang lebih tinggi di bandingkan dengan truk molen. Di samping itu, penggunaan alat yang tidak layak akan membuat alat mengalami kerusakan saat digunakan yang berakibat beton terpaksa dibuang.
  5. Perencanaan pengujian atau test yang tidak sesuai. Pembuatan silinder beton untuk kebutuhan pengujian tergantung dari perencanaan pengujian test beton. Penggunaan peraturan yang tidak tepat atau salah mempersepsikan ketentuan pengujian membuat jumlah silinder yang harus dibuat menjadi lebih banyak. Silinder beton dianggap waste karena tidak terpakai dalam struktur beton.
  6. Isi beton segar terlalu banyak. Ini membuat adukan beton segar gampang tumpah dalam perjalanan dari lokasi batching plant ke lokasi pengecoran.
  7. Beton terbuang pada saat penuangan. Proses penuangan adukan beton terjadi satu hingga beberapa kali. Penempatan posisi alat yang kurang tepat akan membuat adukan beton akan tumpah. Jika proses penuangan hingga tiga kali dan posisi alat dan media penuang tidak tepat, waste akan semakin besar.
  8. Perhitungan volume pemesanan yang over. Ini jika petugas yang memesan beton segar tidak melakukan perhitungan volume yang teliti sebelum memesan beton. Pemesanan kadang dilakukan atas dasar perkiraan kasar.
  9. Pola pemesanan yang tidak tepat. Pola pemesanan ini terkait jumlah per pesanan atau per molen, frekuensi, dan durasi pemesanan. Pola pemesanan yang tidak tepat akan menyebabkan peluang terjadi adukan yang mulai proses hidrasi atau mengeras sehingga workability berkurang dan bahkan terpaksa dibuang. Pola ini juga bisa menyebabkan ada kelebihan pesanan yang harus dibuang.
  10. Kerusakan alat. Dalam hal ini alat yang utama adalah alat molen dan pompa beton. Kerusakan alat tersebut akan membuat beton menjadi tidak terpakai karena akan terbuang. Beton yang sudah dalam proses penuangan dan berada dalam alat tersebut harus dibuang terlebih dulu agar alat dapat diperbaiki.
  11. Kebocoran media penyaluran adukan beton. Media penyaluran adukan beton berupa tremi dan pipa pompa beton. Kebocoran media tentu akan menyebabkan beton terbuang percuma.
  12. Mutu beton tidak tercapai atau jelek. Mutu beton dipengaruhi oleh banyak hal. Mulai dari proses pencampuran hingga perawatan. Cara penanganan yang tidak baik akan membuat mutu beton tidak mencapai target. Beton yang sudah jadi namun tidak mencapai target atau ketentuan spesifikasi teknis dan peraturan harus dibongkar. Waste kejadian ini akan sangat besar. Sehingga harus diperhatikan.
  13. Mix design yang terlalu ketat. Perencanaan campuran seringkali terlalu ketat atau mepet dengan target mutu yang diharapkan. Dalam perencanaan campuran harus diperhatikan kondisi aktual yang mungkin terjadi. Biasanya supplier memberikan angka margin kualitas tertentu di atas target mutu beton yang ditentukan. Margin yang terlalu kecil akan rawan atas tidak tercapainya target mutu beton. Margin dibuat kecil agar harga beton lebih kompetitif, karena margin yang besar akan membuat harga beton menjadi lebih mahal. Apabila target mutu tidak tercapai maka beton berpeluang untuk dibongkar.
  14. Bekisting tidak kuat. Bekisting yang tidak kuat akan menyebabkan bekisting melendut, bocor dan bisa saja rusak bahkan ambruk. Kondisi tersebut tentu saja akan membuang adukan beton segar dan volume pengecoran menjadi lebih banyak dari yang direncanakan.
  15. Kecurangan supplier. Ada kalanya supplier beton melakukan kecurangan dengan mengurangi takaran adukan beton. Pengurangan takaran akan membuat volume pengecoran lebih tinggi dari yang direncanakan.
  16. Kecurangan oknum tertentu. Pernah terdengar modus yang tidak terpuji untuk mencuri beton oleh oknum tertentu di proyek. Pencurian ini akan membuat volume kebutuhan beton meningkat.
  17. Beton sisa atau yang terbuang tidak dimanfaatkan. Dalam pekerjaan konstruksi, material beton tidak hanya untuk melaksanakan pekerjaan struktur, tapi sering pula terdapat lingkup pekerjaan lain yang menggunakan beton. Membuang beton membuat waste yang tinggi.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa waste material beton terjadi terutama karena faktor:
    • Perencanaan pengecoran yang tidak baik
    • Petugas atau supervisi kurang dan tidak kompeten
    • Kontrol alat dan fasilitas pengecoran yang tidak memadai
    • Tidak tercapainya mutu beton yang direncanakan
    • Attitude supplier dan oknum yang jelek
    • Tidak digunakannya sisa beton yang menjadi waste.

Faktor Dalam Melakukan Redesign atau Value Engineering

Umumnya hasil review design akan berujung pada tahap redesign atau Value Engineering (VE). Langkah lanjutan ini perlu dilakukan di proyek dan sangat bermanfaat apabila dilakukan sebelum atau di awal pelaksanaan proyek. Namun perlu diperhatikan aspek-aspek atau faktor tertentu dalam melakukan review design atau VE tersebut untuk mencegah terjadinya dampak yang tidak diinginkan.

Review design dan langkah redisign atau VE bertujuan untuk memberikan manfaat yang lebih baik bagi semua pihak termasuk kontraktor. Perlu dicermati bahwa redesign atau VE tersebut akan berarti adanya perubahan (change) dari sisi design. Suatu proyek memiliki tingkat kompleksitas tersendiri dimana telah diketahui secara umum bahwa proyek konstruksi memiliki kompleksitas yang tertinggi. Tingkat perubahan di proyek berkontribusi cukup besar dalam meningkatkan complexity level proyek. Semakin banyak perubahan, maka akan semakin tinggi pula level kompleksitas yang akan terjadi di proyek. Untuk itu harus berhati-hati dalam melakukan langkah ini. Sehingga review design dan redesign / VE akan sangat baik dilakukan sebelum atau di awal pelaksanaan proyek untuk meminimalisir dampak tingginya kompleksitas proyek.

Di samping itu, terdapat beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam melakukan redesign sebagai hasil lanjutan dari proses review design. Aspek dan faktor tersebut adalah sebagai berikut:

Waktu
  • Proses review design dan redesign harus dilakukan seawal mungkin dan secepat mungkin untuk mengurangi waktu yang hilang.
  • Lakukan review design berdasarkan prioritas urutan pelaksanaan proyek jika redesign terpaksa dilakukan pada proses pelaksanaan proyek.
  • Perhatikan waktu proses procurement dan delivery dalam melakukan redesign agar perubahan yang terjadi tidak menyebabkan proyek jadi terlambat
  • Redesign haruslah membuat proyek dapat dikerjakan lebih cepat

Teknis
  • Mengutamakan aspek teknis.
  • Menggunakan tenaga ahli yang kompeten.
  • Dukungan referensi yang memadai dan update

Biaya dan Risiko Biaya
  • Usahakan redesign menghasilkan penghematan biaya investasi bagi Owner.
  • Redesign akan lebih baik jika mempertimbangkan aspek biaya maintenance bangunan
  • Usahakan hasil redesign dapat mengurangi kerugian atau menambah keuntungan

Mutu
  • Usahakan redesign menghasilkan mutu yang lebih baik.
  • Usahakan hasil redesign dapat meningkatkan kehandalan dan menambah umur pakai bangunan

Komunikasi
  • Lakukan pendekatan yang intensif melalui komunikasi yang memadai ke perencana karena umumnya perencana kurang berkenan apabila hasil pekerjaannya dikritisi
  • Lakukan komunikasi yang intensif kepada Owner dan Pengawas dengan menjelaskan keuntungan yang akan didapat
  • Mintakan SOP review design atau SOP usulan perubahan. Sebaiknya SOP ini telah disepakati pada kick of meeting proyek
  • Lakukan dokumentasi korespondensi yang memadai
  • Apabila redesign / VE telah disetujui, usahakan semua pihak terkait segera mengetahui hal tersebut.

Legal
  • Pastikan klausul kontrak memungkin untuk dilakukan proses ini
  • Usahakan redesign atas proses review design disetujui oleh Perencana.
  • Usahakan redesign disetujui oleh Owner dalam bentuk tertulis.
  • Dalam CAR ada yang mencover material damage atas kesalahan design, hingga adanya kesalahan design dapat diclaim ke pihak asuransi, tentu sesuai dengan ketentuan polis.

Kompleksitas
  • Redesign diusahakan dapat mengurangi kompleksitas yang ada dan yang mungkin akan terjadi
  • Redesign harus dinilai dan diyakini dalam batas kemampuan pengelolaan proyek agar kompleksitas yang terjadi tetap managable.
  • Buat data base yang fleksibel terutama atas volume kebutuhan material. Perubahan design akan menyebabkan perubahan volume kebutuhan material bahkan perubahan jenis material.

testimonial

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Larry Page

CEO of Google

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Steve Jobs

CEO of apple

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

Mark Zuckerberg

CEO of facebook

COLLIS PRASETYO
+62-811-8017171
Jakarta, Indonesia

KIRIM PESAN